Jumat, 13 Juni 2008

Pd suatu masa, ada sebatang pohon apel yang amat besar.Seorang anak laki-laki begitu gemar bermain di sekitar pohon apel itu setiap hari.Dia memanjat pohon tersebut, memetik serta memakan apel sepuas hatinya, dan adakalanya diaberistirahat lalu terlelap di perdu pohon apel tersebut. Anak lelaki tersebut begitu menyayangitempat permainannya. Pohon apel itu juga menyukai anaktersebut.

Masa berlalu. anak lelaki itu sudah besar danmenjadi seorang remaja. Dia tidak lagi menghabiskan masanya setiap hari bermain di sekitar pohon apeltersebut. Namun begitu, suatu hari dia datang kepadapohon apel tersebut dengan wajah yang sedih. "Marilah bermain-mainlah di sekitarku," ajak pohonapel itu." Aku bukan lagi anak-anak, aku tidak lagi gemar bermain dengan kau," jawab remaja itu." Aku mau sebuah mainan. Aku perlukan uang untukmembelinya," tambah remaja itu dengan nada yang sedih.Lalu pohon apel itu berkata, "Kalau begitu, petiklahapel-apel yang ada padaku. Juallah untuk mendapatkanuang. Dengan itu, kau dapat membeli permainan yang kauinginkan."

Remaja itu dengan gembiranya memetik semua apel dipohon itu dan pergi dari situ. Dia tidak kembali lagi selepas itu. Pohon apel itu merasa sedih. Masa berlalu.Suatu hari, remaja itu kembali. Dia semakin dewasa.

Pohon apel itu merasa gembira."Marilah bermain-mainlah di sekitarku," ajak pohon apel itu."Aku tiada waktu untuk bermain. Aku terpaksa bekerja untuk mendapatkan uang. Aku ingin membina rumahsebagai tempat perlindungan untuk keluargaku. Bolehkahkau menolongku?" Tanya anak itu." Maafkan aku. Aku tidak mempunyai rumah. Tetapi kauboleh memotong dahan-dahanku yang besar ini dan kaubuatlah rumah daripadanya." Pohon apel itu memberikancadangan.Lalu, remaja yang semakin dewasa itu memotong kesemua dahan pohon apel itu dan pergi dengan gembiranya. Pohon apel itu pun turut gembira tetapi kemudian merasa sedih karena remaja itu tidak kembali lagi selepas itu.

Suatu hari yang panas, seorang lelaki datang menemuipohon apel itu. Dia sebenarnya adalah anak lelaki yang pernah bermain-main dengan pohon apel itu. Dia telah dewasa."Mari bermain-mainlah di sekitarku," ajak pohonapel itu." Maafkan aku, tetapi aku bukan lagi anak lelaki yang suka bermain-main di sekitarmu. Aku sudah dewasa. Akumempunyai cita-cita untuk belayar. Malangnya, akutidak mempunyai perahu. Bolehkah kau menolongku?" tanya lelaki itu."Aku tidak mempunyai perahu untuk diberikan kepada kau. Tetapi kau boleh memotong batang pohon ini untukdijadikan perahu. Kau akan dapat belayar dengan gembira," kata pohon apel itu.Lelaki itu merasa amat gembira dan menebang batang pohon apel itu. Dia kemudiannya pergi dari situ dengan gembiranya dan tidak kembali lagi selepas itu. Namunbegitu, pada suatu hari, seorang lelaki yang semakin dimamah usia, datang menuju pohon apel itu. Dia adalah anak lelaki yang pernah bermain di sekitar pohon apel itu."Maafkan aku. Aku tidak ada apa-apa lagi untukdiberikan kepada kau. Aku sudah memberikan buahkuuntuk kau jual, dahanku untuk kau buat rumah, batangkuuntuk kau buat perahu. Aku hanya ada tunggul dengan akaryang hampir mati..." kata pohon apel itu dengan nadapilu."Aku tidak mau apelmu kerana aku sudah tiada bergigiuntuk memakannya, aku tidak mau dahanmu kerana akusudah tua untuk memotongnya, aku tidak mau batangpohonmu kerana aku berupaya untuk belayar lagi, akumerasa lelah dan ingin istirahat," jawab lelaki tuaitu."Jika begitu, istirahatlah di perduku," kata pohonapel itu.Lalu lelaki tua itu duduk beristirahat di perdu pohonapel itu dan beristirahat. Mereka berdua menangiskegembiraan.

Sebenarnya, pohon apel yang dimaksudkan didalam cerita itu adalah kedua ibu bapa kita. Bila kita masih muda, kita suka bermain dengan mereka.Ketika kita meningkat remaja, kita perlukan bantuanmereka untuk meneruskan hidup. Kita tinggalkan mereka,dan hanya kembali meminta pertolongan apabila kita didalam kesusahan. Namun begitu, mereka tetap menolongkita dan melakukan apa saja asalkan kita bahagia dangembira dalam hidup.Anda mungkin terfikir bahwa anak lelaki itu bersikapkejam terhadap pohon apel itu, tetapi fikirkanlah, ituhakikatnya bagaimana kebanyakan anak-anak masa kinimelayan ibu bapa mereka. Hargailah jasa ibu bapa kepada kita. Jangan hanya kita menghargai merekasemasa menyambut hari ibu dan hari bapa setiap tahun.

Ku hanya terdiam memandang rembulan
Menanti dalam sunyi
Termenung dalam sepi
Kapankah kau akan turun ke bumi duhai putri malam?
Bukankah kau telah berjanji padaku
Tuk datang menemuiku tiap purnama menjelang
Menemaniku di malamku yang sunyi
Menghapuskan rinduku padamu
Atau kau ingin aku yang berlari meniti awan
Mengepakkan anganku, terbang ke sisimu
Jejakkan kakiku di istanamu yang selalu menyilaukan khayalku

Telah lewat tengah malam, hai rembulan
Tapi kenapa masih tak kau biarkan ratumu menemuiku?
Akankah kau ingkari janjimu itu padaku?
Yang kau tiupkan di sela desah angin
Di kala rindu menusuk-nusuk kalbuku
Akankah kau dustai sumpahmu itu padaku?
Yang dipersaksikan keheningan malam
Di saat aku mulai terkapar tak berdaya karena rindu

Telah hampir fajar, wahai rembulan
Sudah hampir habis waktumu bersinar
Tapi mengapa ratumu tak kunjung melayang ke pelukanku
Tak tahukah dia bahwa hatiku telah sesak?
Terlalu penuh oleh rindu
Haruskah kuadukan kau pada sang mentari?
Agar dia tak lagi membiaskan sinarnya padamu
Biar kau dan ratumu hidup dalam gulita
Biar engkau kehilangan pesonamu
Agar aku tak perlu lagi melihat wajahmu
Agar aku tak perlu melihat keangkuhanmu
Agar aku tak perlu mengingatmu wahai ratu bulan

Wahai sang ratu bulan
Tak kau lihatkah cahaya mentari menyusup di sela bebukitan?
Telah hampir habis waktumu
Tapi mengapa kau tak kunjung datang?
Mengapa kau sungguh tega membohongi aku?
Haruskah kutunggu Tuhan menumbuhkan sepasang sayap di punggungku?
Agar aku dapat terbang menemuimu
Dan membawamu lari dari istana bulanmu..

;;